LATAR BELAKANG PERUMUSAN NDP HMI1
Nurcholish Madjid
Sebetulnya tidak ada masalah apabila kita sebagai
orang muslim berpedoman pada ajaran Islam, memandang segala sesuatu dari sudut
ajaran Islam, termasuk terhadap masalah-masalah kemasyarakatan, kenegaraan
Pancasila.
Saya disebut-sebut sebagai orang yang merumuskan
NDP, meskipun diformalkan oleh Kongres Malang. Itu terjadi 17 tahun lalu. Jadi
sebagai dokumen organisasi, apalagi organisasi mahasiswa, NDP itu cukup tua.
Oleh karena itu, ada teman berbicara tentang NDP dan kemudian mengajukan
gagasan misalnya untuk tidak mengatakan mengubah-mengembangkan dan sebagainya,
maka saya selalu menjawab, dengan sendirinya memang mungkin untuk diubah dalam
arti dikembangkan.
Values (nilai-.nilai) tentu saja tidak berubah-ubah. Kalau
disitu misalnya ada nilai Tauhid, tentu
saja tidak berubah-ubah. Akan tetapi pengungkapan dan tekanan pada impliksi NDP
itu mungkin bahkan bisa diubah. Sebab, sepanjang sejarah, Tauhid wujudnya sama,
yaitu paham pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi tekanan implikasinya itu
berubah-ubah.
Kita bisa lihat tekanan misi pada rasul-rasul, itu
berubah. misalnya Isa Al-Masih (Yesus Kristus) datang untuk mengubah Taurat. (Agar aku halalkan bagi kamu sebagian yang
diharamkan bagi kamu). Nabi Isa
datang menghalalkan sebagian yang haramkan pada Perjanjian Lama. Jadi, implikasi Tauhid itu berubah-ubah
mengikuti perkembangan zaman. Sebab itu juga menyangkut masalah interpretasi.
Pengungkapan nilai itu sendiri memang tidak mungkin berubah, tetapi harus
dipertahankan apalagi nilai seperti Tauhid. Akan tetapi karena ada kemungkinan
mengubah tekanan dan implikasinya, maka ada ruang untuk
pengembangan-pengembangan. Tidak hanya namanya saja diubah NDP ke NIK (lalu NDP
kembali-pen). Pengembangan adalah tugas/pikiran yang sah dari adik-adik HMI.
Maka dari itu saya persilahkan, kalau misalnya memang ada yang ingin menggarap
bidang ini.
NDP, Kesimpulan Suatu Perjalanan
Saya ingin bercerita
sedikit. Mungkin ada gunanya walaupun cerita ringan saja. Yaitu bagaimana NDP
itu lahir.
Ahmad Wahib dalam bukunya Pergolakan Pemikiran Islam
yang sangat kontroversial itu menulis bahwa saya dalam tahun 1968 diundang
untuk mengunjungi universitas-universitas di Amerika yang waktu itu merupakan
pusat-pusat kegiatan mahasiswa. Dan kepergian saya ke Amerika itu mengubah
banyak sekali pendirian saya, begitu kata Wahib dalam bukunya itu, maaf saja,
tidak benar. Jadi di sini Ahmad Wahib salah. Memang perlawatan yang dimulai
dari Amerika itu banyak sekali mempengaruhi saya, tetapi bukan pengalaman di
Amerika yang mempengaruhi saya, melainkan justru di Timur Tengah.
1 Disadur dari Buku Islam Mazhab
HMI, Drs. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
129
|
Begini ceritanya. Waktu
itu terus terang saja sebetulnya pemerintah Amerika sudah lama melihat potensi
HMI disini (tentu saja pemerintah Amerika seperti yang diwakili oleh Kedutaan
Amerika di sini). Mereka sudah tahu situasi politik Indonesia pada zaman Orde
Lama, ketika Bung Karno mempermainkan atau sebetulnya boleh saja dikatakan
melakukan politik devide et impera,
antara komunis dan ABRI terutama AD. Bagaimana AD itu sangat banyak bekerja
dengan kita. Ini banyak dibaca oleh pemerintah seperti Amerika. Dan karena itu
banyak sekali pendekatan-pendekatan dari orang kedutaan Amerika itu ke PB HMI.
Sebetulnya sudah lama mereka menginginkan supaya ada tokoh-tokoh HMI yang
melihat-lihat Amerika, tetapi memang waktu itu belum banyak orang yang bisa
berbahasa Inggris, sehingga saya menjadi orang mendapat kesempatan pertama.
Kunjungan saya ke Amerika, sesuai dengan Undangan,
hanya berlangsung satu bulan seminggu atau satu bulan dua minggu. Sistemnya
semua dijamin; ada uang harian, uang perdien.
Waktu itu dolar belum inflasi; sehingga uang yang saya peroleh cukup besar, dan
saya tentu bisa menghemat. Uang inilah yang saya pergunakan untuk keliling
Timur Tengah. Saya lakukan itu, secara sederhana.
Kita di Indonesia selama ini selalu mengaku muslim
dan mengklaim diri sebagai pejuang-pejuang Islam. Untuk terlaksananya ajaran
Islam, sekarang perlu melihat sendiri bagaimana wujud Islam dalam praktik.
Begitulah motif saya pergi ke Timur Tengah. Meski kita tahu, Indonesia memang
negara Muslim yang terbesar di bumi, secara geografis paling jauh dari
pusat-pusat Islam, yaitu Timur Tengah, sehingga menghasilkan beberapa hal,
misalnya Muslim Indonesia itu adalah termasuk yang paling sedikit ter”arab”kan.
Barangkali kita tidak menyadari banyak keunikan kita,
sebagai bangsa Indonesia. Boleh dikatakan inilah bangsa Asia satu-satunya yang
menuliskan bahasa nasionalnya dengan huruf latin. Semua bangsa Asia menggunakan
huruf nasionalnya masing-masing. Hanya kita yang menggunakan huruf latin.
Filipina memang, tetapi Filipina belum bisa mengklaim mempunyai bahasa
nasional. Bahasa Tagalog masih merupakan bahasa Manila saja.
Kemudian Indonesia satu-satunya bangsa Muslim juga
yang menggunakan huruf latin untuk bahasa nasionalnya. Semua bangsa muslim itu
menggunakan hurup Arab, kecuali tiga: Turki disebabkan revolusi Kemal,
Bangladesh karena seperti bangsa Asia lain mempunyai huruf sendiri yaitu huruf
Bengali dan Indonesia dikarenakan penjajahan. Jadi kita itu unik. Dari sudut
pandangan dunia Islam, Indonesia unik. Inilah bangsa Muslim yang kurang tahu
huruf Arab, kira-kira begitu. Jangankan orang Islam Pakistan, Afganistan dan
sebagainya, sedangkan orang India yang Islamnya minoritas, di sana pun mereka
menggunak huruf Arab untuk menuliskan bahasa Urdu, bahasa mereka. Semuanya
begitu. Dari situ saja boleh kita ambil satu kesimpulan bahwa ke-Islaman di
Indonesia itu masih demikian dangkal sehingga masih ada persoalan yaitu
bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu. Itulah yang mendorong saya pergi ke
Timur Tengah.
Waktu saya hendak ke Amerika, saya merasa ogah-ogahan. Akan tetapi biarlah
barangkali dari Amerika saya bisa ke Timur Tengah. Oleh karena itu biarpun di
Amerika, sudah kontak dengan orang-orang dari Timur Tengah, yang kelak ketika
saya ke Timur Tengah memang banyak sekali yang menolong saya. Kunjungan saya ke
Timur Tengah saya mulai dari Istanbul, kemudian ke Libanon.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
130
|
Waktu itu tentu saat Libanon masih aman. Lalu ke
Syiria, kemudian Irak, sehingga baru pertama kalinya saya bertemu Abdurrahman
Wahid. Dia yang menyambut. Karena terus terang, walaupun sama-sama orang
Jombang, saya belum pernah kenal. Karena keluarga saya Masyumi, keluarga dia
NU. Jadi baru bertemu di Baghdad. Dia baik sekali, mengorganisir teman-teman
Indonesia untuk mengambil dan menemani saya ke stasiun bus dari Damaskus. Lalu
saya ke Kuwait, dari Kuwait ke Saudi Arabia melalui Timur. Banyak sekali
kenangan di situ. Ketika di Riyadh, saya bertemu seseorang yang pernah saya
kenal sejak di Amerika, Dr. Farid Mustafa, seorang tokoh, Doktor Engineering.
Itulah satu-satunya pengalaman saya menjadi tamu keluarga Arab, di sini kalau
makan siang dan malam semua keluarga ikut termasuk istri. Biasanya orang Arab
tidak demikian. Saya tinggal satu minggu di situ dan berkenalan dengan banyak
pelarian Ikhwanul Muslimin.
Kita mengetahui, Ikhwanul Muslimin umumnya
beranggotakan orang-orang Mesir dan orang-orang Syiria. Mereka dikejar-kejar
oleh rezim yang ada di negaranya masing-masing, dan kebanyakan larinya ke Saudi
Arabia. Bukan untuk mendapatkan kebebasan politik, karena di Saudi Arabia
sendiri mereka tidak mendapatkan kebebasan politik. Karena orang Saudi juga
tidak suka terhadap sikap politik mereka. Akan tetapi dari segi ilmu
pengetahuan mereka banyak sekali dihargai. Mereka kemudian menjadi staf
pengajar di Universitas Riyadh. Sejak dari Istanbul saya banyak sekali
mengadakan diskusi kritis. Tentu saya tidak mau hanya mendengarkan saja, tapi
juga membantah, menanyakan dan menentang, termasuk menentang dan segi
literatur.
Di Turki saya sampai berkenalan dengan suatu gerakan
yang betul-betul di bawah tanah, yang di Istanbul mereka itu bergerak untuk
membangkitkan Islam, tetapi dengan cara-cara yang menurut sebagian kita agak
kedengaran sedikit kolot. Yaitu melalui sufisme atau gerakan-gerakan tarekat.
Suatu malam Dr. Lustafa di Riyad mengajak saya ke Universitas Riyad; ke
Fakultas Farmasi yang akan mengadakan wisuda tamatan Fakultas Farmasi, di mana
Menteri Pendidikan hadir, yaitu Syekh Hasan bin Abdullah Ali Syekh keturunan
Muhammad bin Abdul Wahab, salah seorang pelopor pembaharuan di Arabia yang anak
turunannya selalu menjadi Menteri bidang pengetahuan seperti Menteri
Pendidikan, Menteri Ilmu Pengetahuan dan sebagainya di Saudi Arabia.
Saya tidak tahu apa yang terjadi, pokoknya Dr.
Mustafa mengenalkan saya secara berbisik-bisik kepada Menteri, lalu Menteri itu
minta supaya saya menceritakan tentang gerakan Mahasiswa Islam di Indonesia.
Setelah saya ceritakan, tentu saja dengan bahasa Arab—Alhamdulillah saya
sedikit banyak tahu bahasa Arab karena belajar di pesantren Gontor, sebuah
proyek gabungan antara sistem pendidikan Sumatera Barat (KMI-nya) dan Jawa
(pesantrennya) yang saya kira menjadi proyek yang sangat sukses yang sekarang
berkembang di mana-mana. Menteri itu demikian senangnya dengan keterangan saya,
lalu mengundang 10 orang teman kita, HMI, untuk naik haji tahun itu juga.
Selanjutnya, dari Riyad saya ke Madinah, terus ke Mekkah, kemudian ke Kharthum
untuk bertemu dengan Dr. Hasan Turabi dari Umin Durman University, tokoh yang
sekarang menjadi pusat perhatian di Sudan, oleh karena dia konseptor dari
Islamisasinya Numeiry yang sekarang jatuh digulingkan. Dari situ saya pergi ke
Mesir, kemudian kembali ke Libanon dan dari situ ke Pakistan.
Pokoknya dari semua tempat itu saya mengadakan
diskusi macam-macam. Dan konklusinya begini: saya kecewa terhadap tingkat
intelektualitas kalangan Islam di Timur Tengah saat itu. Sehingga saya lalu
ingat Buya Hamka, ketika suatu saat Buya minta izin kepada K.H. Agus Salim
untuk pergi ke Timur Tengah, belajar. Jawab K.H. Agus Salim seperti yang dimuat
dalam Gema Islam dahulu
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
131
|
dan sebagainya, “Malik, kalau kamu mau pergi ke
Mekkah atau Timur Tengah, boleh saja. Kamu akan fasih berbahasa Arab
barangkali. Tetapi paling-paling kamu akan jadi lebai, kalau pulang. Tetapi
sebaliknya kalau kamu ingin mengetahui Islam secara intelek, lebih baik di sini.
Belajar sama saya.”
Dan
saya setuju dengan pendapat K.H. Agus Salim.
Padahal di sini, di Indonesia, kita sudah bergumul
dengan Marxisme, dengan macam-macam di sini. Indonesia adalah tempat pergumulan
ideologi yang paling seru pada zaman Orde Lama, dan kita survive. Kita sudah biasa berdialog dengan orang-orang komunis
dengan forum-forum mereka, bukan forum-forum kita. Oleh karena itu kita lebih
banyak terlatih dari pada orang-orang yang saya temui di negara-negara Timur
Tengah berkenaan dengan cara melihat apa yang paling relevan dalam Islam yang
harus kita kembangkan. Sampai-sampai waktu di Riyad, dengan Dr. Mahmud Syahwi
namanya, salah satu tokoh Ikhwanul Muslim, ketika saya merasa jengkel dengan
kekecewaan saya, saya bilang begini saja, “Dari pada Anda kuliahi saya dengan
macam-macam yang tidak masuk akal saya, lebih baik anda kasih saya bahan bacaan
yang menurut anda paling penting dan kalau saya membacanya saya mendapat
jawaban”. Lalu saya diberi buku berjudul Majmu
Rasail Hasan Al-Banna, kumpulan tulisan risalah-risalah Hasan Al-Banna,
yang waktu itu buku terlarang di Saudi Arabia.
Buku itu diberikan kepada saya, sambil mewanti-wanti, “jangan sampai ketahuan
orang Saudi, karena kalau ketahuan, Saudara akan mengalami kesulitan, ditahan
dan sebagainya. “ Akan tetapi saya senang sekali menerima buku itu dan kemudian
saya baca.
Waktu di Mekkah saya menggunakan waktu paling banyak
dua minggu, saya baca semuanya. Akan tetapi maaf saja, saya tidak mendapat
kelebihan dari tulisan-tulisan orang itu. Ya, dengan segala kekaguman saya
kepada Hasan Al-Banna, tetapi harus banyak sekali tidak setuju dengan isinya.
Slogan-slogan loyalistik itu kebanyakan. Jadi isinya slogan-slogan loyalistik.
Bukan pemecahan masalah. Oleh karena itu, saya tidak merasa begitu sesuai dengan
buku itu. Kemudian di Mekkah saya berusaha untuk mengkhatamkan al-Qur’an dengan
terjemahan dalam bahasa Inggris untuk pengecekan. Kemudian setelah melakukan
berbagai diskusi tadi, saya lihat beberapa hal yang relevan untuk kita. Sampai
sekarang al-Qur’an itu saya simpan dan saya coreti dengan komentar-komentar
saya.
Kemudian
saya ke Sudan dan pulang. Dan ketika mendengar janji Mentri Pendidikan Saudi
Arabia untuk naik haji itu saya memang diingatkan
oleh Dr. Mustafa, orang di ibukota Riyad itu. “Ini janji Arab,” katanya. “Oleh
karena itu, anda harus rajin menagih”. Jadi, ketika sampai di Mekkah, saya
mengirimkan surat. Saya sampai di Madinah, juga begitu. Dan akhirnya
alhamdulillah, terealisir. Akhirnya Januari 1969 saya pulang ke Indonesia untuk
kemudian sibuk untuk merealisir janji dari Mentri Pendidikan Saudi Arabia itu
untuk naik haji yang waktu itu jatuh bulan Maret. Berarti Cuma ada waktu satu bulan,
jadi habislah waktu saya untuk menyiapkan teman-teman naik haji. Sampai di
sana, semua teman ikut sakit karena tidak cocok dengan makanan kecuali saya.
Kebetulan saya sudah terbiasa dengan masakan orang sana. Sampai Zaitun yang
disebut di dalam Al-Qur’an saya makan. Karena perlu diketahui bahwa buah
walaupun tidak enak dan agak pahit bagi yang belum biasa gizinya tinggi sekali
dan dapat menghilangkan rasa mual sebagainya. Dan saya mendapat service dan seseorang di kedutaan San
Fransisco, seorang novelis yang terkenal di Amerika bernama John Ball, yang salah satu bukunya difilmkan dan mendapat hadiah
besar. Dia mengatakan begini, “Saudara harus tahu, berkat Zaitun inilah orang
Yunani dahulu berfilsafat. Karena Zaitun itu tanaman yang tahan lama sekali dan
tetap berbuah.” Pohon itu bisa ribuan tahun bertahan, dengan buahnya
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
132
|
yang begitu tinggi, sehingga orang
Yunani itu dulu boleh dikatakan tidak lagi memikirkan masalah sumber gizi yang
tinggi. Cukup menanam zaitun saja dan sampai sekarang zaitun merupakan komoditi
yang penting negara-negara seperti Italia Yunani dan sebagainya.
Setelah pulang dan haji, saya ingin menulis sesuatu
tentang nilai-nilai dasar Islam. Seluruh keinginan saya untuk bikin NDP saya
curahkan pada bulan April, untuk bisa dibawa ke Malang pada bulan Mei. Jadi NDP
itu sebetulnya merupakan kesimpulan saya dan perjalanan yang macam-macam di
Timur Tengah selama tiga bulan lebih itu. Jadi sama sekali salah kalau Ahmad
Wahib mengatakan itu adalah pengaruh kunjungan di Amerika. Begitulah singkatnya
cerita. Namanya saja NDP, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan. Tentu saja bahannya itu
macam-macam. Saya ingin menceritakan, mengapa namanya NDP. Sebetulnya
teman-teman pada waktu itu dan saya sendiri berpikir untuk memberikan nama NDI,
Nilai-Nilai Dasar Islam, Akan tetapi setelah saya berpikir, kalau disebut
Nilai-Nilai Dasar Islam, maka klaim kita akan terlalu besar. Kita terlalu
mengklaim inilah Nilai-nilai Dasar Islam. Oleh karena itu, lebih baik
disesuaikan dengan aktivitas kita sebagai mahasiswa. Lalu saya mendapat ilham
dari beberapa sumber. Pertama adalah Willy Eicher, seorang ideolog Partai
Sosial Demokrat Jerman yang membikin buku, The
Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialism.
Nilai-nilai Dasar dan Tuntutan-tuntutan Asasi
Sosialisme Demokrat. Nah, ini ada “nilai-nilai dasar”. Kemudian
“perjuangan”-nya dari mana? Dan karya Syahrir mengenai ideologi sosialisme
Indonesia yang termuat dalam Perjuangan
Kita. Dan ternyata Syahrir juga tidak orisinal. Dia agaknya telah meniru
dari buku Hitler, Mein Kamf. Jadilah
Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) itu. Kemudian saya bawa ke Malang, ke
Kongres IX, Mei 1969. Tetapi di sana tentu saja agak sulit dibicarakan karena
persoalannya demikian luas hingga tidak mungkin suatu Kongres membicarakannya.
Lalu diserahkan pada kami bertiga; Saudara Endang Saifudin Anshari, Sakib Mahmud
dan saya sendiri. Nah, itulah kemudian lahir NDP, yang namanya diubah lagi oleh
Kongres ke-16 HMI menjadi NIK (Nilai Identitas Kader).
Inti NDP : Beriman, Berilmu, Beramal
Kalau teman-teman melihat NDP, tentu saja
dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Yang pertama “Dasar kepercayaan”,
Kemanusiaan”, “Kemerdekaan Manusia”, “Ikhtiar dan Takdir”. ini tentu saja
banyak sekali unsur dan tulisan H. Agus Salim; Filsafat tentang Tauhid, Takdir
dan Tawakal misalnya. Kemudian “Ketuhanan Yang Maha Esa dan Prikemanusiaan”,
atau “Individu dan Masyarakat”, “Keadilan Sosial” dan “Keadilan Ekonomi”,
“Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan”, lalu kesimpulan dan penutup. Saya tidak
akan menerangkan semua NDP. “Dengan demikian sikap hidup manusia menjadi sangat
sederhana. Yaitu beriman, berilmu dan beramal”. Ya, biasa, kalau suatu ungkapan
yang sudah menjadi klise, itu tidak menggugah apa-apa. Apa makna beriman,
berilmu, beramal, saya kira itu telah menjadi kata-kata harian.
Saya kira hidup beriman, tentu saja personal, pribadi sifatnya. Setiap
manusia itu harus menyadari, tidak bisa tidak harus punya nilai. Oleh karena
itu iman adalah primer. Iman adalah segalanya. Oleh karena iman disitu adalah
sandaran nilai kita. ini kemudian diungkapkan secara panjang lebar dalam bab
Dasar-dasar Kepercayaan. Kenapa manusia memiliki kepercayaan. Di situ,
misalnya, kita menghadapi satu dilema; satu dilema pada manusia, yang
dikembangkan dalam Syahadat La illaha
ilallah. Tiada Tuhan melainkan Allah. Di sini kita bagi dalam dua, nafyu dan itsbat. Artinya negasi
dan afirmasi. Jadi tidak ada Tuhan
melainkan Allah. Mengenai soal ini, saya prnah
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
133
|
terlibat dalam polemik tentang Allah
ini, bisa tidak diterjemahkan dengan Tuhan? Saya berpendapat bisa, tapi banyak
sekali orang berpendapat tidak bisa. Kemudian ada polemik yang saya tidak
begitu suka.
Memang para ulama berselisih mengenai makna Allah
ini. Maksudnya ada yang berpendapat bahwa Allah ini suatu isim jamid, yaitu bahwa memang Allah itu begitu adanya yang
berpendapat bahwa ini sebetulnya berasal dan al-ilaah. kemudian menjadi Allah. Jadi menurut mereka yang
berpendapat isim jamid tidak dapat
diterjemahkan Allah. Allah tetap Allah. Dan itu banyak pengikutnya.
Buya Hamka juga pernah
mempunyai persoalan, ketika ditanya orang, “Mengapa Buya Hamka suka bilang
Tuhan, kan tidak boleh? Dan mengapa suka bilang sembahyang, bukan sholat?” Hamka
menjawab, “boleh, sebab Allah itu memang Tuhan, dan sholat juga bisa
diterjemahkan menjadi sembahyang”. Beliau mengutip bahwa dulu di Malaya, Allah
itu diterjemahkan dengan
Dewata
Raya dan para ulama tidak keberatan.
Tapi sebelum Buya Hamka atau orang Indonesia, yang
menghadapi masalah terjemahan ini ialah orang Persi sebetulnya. Sebab bangsa
Muslim yang pertama bukan orang Arab itu yang besar adalah orang Persi. Memang
sebelum itu orang Syiria, Mesir, semua bukan Arab. Tetapi mungkin karena latar
belakang kultural mereka itu tidak begitu kuat, maka mereka ter-Arabkan sama
sekali. Sehingga orang Mesir sekarang sudah tidak ada lagi. Mereka semua
menjadi orang Arab. Termasuk Khadafi yang keturunan Kartago, itu juga menjadi
orang Arab. Kalau dari sejarah, Khadafi itu lebih dekat dengan orang-orang
Yunani, orang Romawi dan sebagainya sebagai keturunan Kartago. Libya bukan
tempatnya orang-orang Kartago dulu dan mereka itu lebih banyak orang-orang
Quraisy. Tetapi mereka menjadi Arab dan berbahasa Arab. Maka yang disebut
bangsa-bangsa Arab itu, secara darah sebetulnya sebagian besar bukan
orang-orang Arab, tetapi orang yang berbahasa Arab.
Bangsa Muslim yang pertama bukan Arab dan sampai
sekarang tidak berhasil di-Arabkan adalah bangsa Persi. Padahal secara
geografis itu paling dekat dengan dunia Arab. Mengapa? karena latar belakang
kebudayaan Persi yang besar itu, sehingga mereka tidak bisa di-Arabkan. Oleh
karena itu, bangsa Persilah yang pertama kali menghadapi masalah terjemahan ini
Sebab Islam datang dengan berbahasa Arab. Sehingga mazhab Hanafi yang Abu
Hanifah itu sendiri orang Persi— berpendapat, sembahyang dalam terjemahan itu
boleh. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Persi selalu menggunakan Khoda untuk
Allah. Kita mengetahui bahwa bahasa Persi itu adalah satu rumpun dengan bahasa
Jerman, Inggris dan Sansekerta. Sehingga Baitullah misalnya, mereka terjemahkan
menjadi Khanih-e Khoda. Maka dari
itu, ketika zaman modern sekarang ini dan umat Islam mulai menyebar ke
mana-mana termasuk ke negeri-negeri Barat, maka ada persoalan, yaitu kalau
Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana
menerjemahkan? Apakah
Allah harus diterjemahkan menjadi God, ataukah
tidak. Itu sudah ada dua pendapat. Misalnya, The Meaning of the Glorious
Qur’an tidak menerjemahkan perkataan AlIah. Sama sekali tidak. Tetapi sebaliknya Yusuf Ali yang orang
Pakistan, yang tafsirnya juga diterbitkan oleh Rabithah Alam Islami di Mekkah,
menerjemahkan Allah dengan God Sehingga dalam terjemahan dia, itu tidak ada
sama sekali perkataan Allah, karena jadi “God”
semua. Dan Khomaeni yang sekarang mendirikan negara Islam di Iran,
Konstitusinya dalam versi bahasa Inggris, menerjemahkan la ilaaha illa-Allah dengan “there
is no god but God.” Ini penting, mengapa ulasan ini agak panjang karena ada
implikasinya.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
134
|
Yaitu salah satu problem kita di Indonesia ini ialah
bahwa tradisi intelektual Islam kita masih muda sekali, sehingga orang sering
kehilangan jejak, akhirnya bingung. Buku Yusuf Ali yang saya beli di Mekkah
yaitu ketika saya mengadakan kunjungan ke beberapa negara ke Timur Tengah
diberi pengantar dari sekjen Rabihtah Alam Islami. Kita bisa melihat sekarang
di sini misalnya perkataan Ia ilha iila-Allah bagaimana diterjemahkan.
Begitu juga dalam tafsir Muhammad Asad atau dalam
Konstitusinya Khomeini. Kita boleh tidak
setuju dengan ajaran Syi’ah, tetapi jangan phobi. Justru bobot NDP sebetulnya
untuk menghilangkan itu. Sedangkan Islam itu sendiri berada di tengah umat
manusia. Jadi kita ini harus Muslim di tengah umat Islam itu sendiri. Oleh
karena itu, mungkin saudara-saudara juga tahu bahwa saya selalu mengatakan
tidak setuju dengan sensor. Orang boleh tidak dengan tidak setuju dengan suatu
paham, tetapi jangan menyensor.
Karena itu sebenamya, di Indonesia kata Allah itu
diterjemahakan menjadi kata Tuhan. Menurut saya bisa. Khomeini saja bisa kok,
mengapa kita tidak bisa. Itu Yusuf bisa, bahkan itu diterbitkan oleh Rabitah
Alam Islami. Jadi tiada Tuhan dengan t
kecil (tuhan), kecuali Tuhan itu bisa. Waktu itu saya tidak tahu, bahwa Buya
Hamka pernah menerangkan hal ini, sehingga ketika saya terlibat dalam polemik
itu ada seorang teman yang bersuka rela memberikan kepada saya copy dari
polemik Buya Hamka dengan seseorang melalui surat menyurat. Dan sekarang sudah
diterbitkan dalam sebuah buku, yaitu Hamka
Menjawab Masalah-masalah Agama.
Dalam psikologi agama
ada yang disebut convert complex.
Convert artinya orang yang baru saja memeluk agama. Lalu kompleks, perasaan
sebagai agamawan baru. Misalnya, di masyarakat ada saja bekas tokoh yang kurang
senang pada agama, lalu menjadi fundamentalistik sekali.
Nah, karena tradisi intelektual kita itu begitu
muda, begitu rapuh, kita sering kehilangan jejak. Kemudian bingung. Ada cerita
menyangkut dua orang Minang: H. Agus Salim dan Sutan Takdir Alisyahbana. Sudah
tahulah Takdir Alisyahbana, seorang yang mengaku sebagai orang yang modern dan
sangat rasionalistik, oleh karena itu, dia pengagum Ibnu Rusd. Dia selalu
bilang, dunia ini kan persoalan pertengkaran antara Ghazali dan Ibnu Rusd.
Karena di dunia Islam Ghazali yang menang dan di dunia Barat Ibnu Rusd yang
menang, maka akhirnya Ibnu Rusd yang menjajah Ghazali. Jadi Indonesia dijajah
Belanda itu sebetulnya Ghazali dijajah Ibnu Rusd, menurut Takdir Alisyahbana.
Karena apa? Ghazali mewakili mistisisme, intuisisme, sedangkan Ibnu Rusd
mewakili rasionalisme.
Ada betulnya juga, meskipun tidak seluruhnya. Suatu
saat pak Takdir konon menggugat H. Agus Salim. Katanya begini, “Pak Haji, pak
haji ini kan orang terpelajar sekali, masa masih biasa sembahyang. Artinya, kok
masih mempercayai agama?” Lalu dibilang oleh H. Agus Salim, “Maksud saudara
apa?“. “Maksud saya, sebagai orang terpelajar saya tidak nembenarkan sesuatu
kecuali kalau saya paham betul”. Betul, memang begitu. Qur’an sendiri
menyatakan begitu. Akan tetapi begini, kita kan terbatas, karena terbatas kalau
rasio kita sudah pol begitu, maka sebagian kita serahkan kepada iman.” Jadi
masalah iman itu adalah bagian dari pada hidup dan itu adalah kewajiban dari
pada rasional kita. Rupanya Takdir belum puas dengan jawaban itu. Lalu Salim
membuat jawaban yang lucu dan benar. Dia bilang begini, “Begini aja deh, Takdir
kan orang Minang. Kan suka pulang ke Minagkabau, pulang kampung, naik apa?”
“naik kapal” jawab Takdir. Rupanya waktu itu belum bisa naik pesawat, pesawat
belum begitu banyak. “Nah kata Agus Salim, “Kamu naik kapal itu menyalahi
prinsipmu “Kamu tidak akan menerima sesuatu kecuali kalau paham seluruhnya.
Jadi
asumsinya, kalau kamu naik kapal, adalah kalau sudah paham tentang seluruhnya
yang ada
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
135
|
dalam kapal itu. Termasuk bagaimana kapal dibikin,
bagaimana menjalankannya bagaimana kompasnya, bagaimana ini dan sebagainya. Nah
begitu ketika kamu menginjakkan kaki ke geladak kapal Tanjung Priok, itu kan
sudah ada masalah iman. Kamu percaya kepada nakhoda, kamu percaya kepada yang
bikin kapal ini bahwa ini nanti tidak pecah di Selat Sunda dan kamu kemudian
tenggelam. Percaya, percaya dan semua deretan kepercayaan
Agus Salim melanjutkan, “Sedikit sekali yang kamu
ketahui tentang kapal. Paling-paling bagaimana tiketnya dijual di loketnya saja
yang kamu tahu. Pembuatan tiket juga kamu tidak tahu” katanya. Lalu Salim
bilang begini, “Seandainya kamu konsisten dengan jalan pikiran kamu hai Takdir,
mustinya kamu pulang ke Minang itu berenang. Ya, begitu, sebab berenang itu
yang paling memungkinkan usahamu. Itu saja masih banyak sekali masalah.
Bagaimana gerak tangan kamu saja mungkin kamu tidak paham,” katanya. Lalu ini
yang menarik, “nanti kalau kamu berenang, di Selat
Sunda kamu di ombang-ambing ombak dan
kamu akan berpegang pada apa saja yang ada. Dalam keadaan panik, kamu akan
berpegang pada apa saja yang ada. Untung kalau kamu ketemu balok yang
mengambang. Akan tetapi kalau kamu ketemu ranting, itupun akan kamu pegang.
Ketemu barang-barang kuning juga kamu pegang”. Itu kata Agus Salim.
Nah inilah yang saya maksudkan. Dalam keadaan panik
orang sering kehilangan jejak, sering kita berpegang kepada suatu masalah
secara harga mati. Padahal itu ranting, kalau kita pegang akan tenggelam lagi
kita nanti. ini maksud saya. Jadi kembali lagi pada laa ilaaha illa-Allah di sini memang ada diIema. Dilemanya,
sebagaimana sudah menjadi kenyataan, manusia itu hidup tidak mungkin tanpa
kepercayaan. Terlalu banyak Tuhan. Itu problemanya. Jadi sebetulnya kalau kita
membaca al-
Qur’an, problemnya itu bukan bagaimana membikin
manusia percaya pada Tuhan, tetapi bagaimana membebaskan manusia dari percaya
kepada terlalu banyak Tuhan. Karena itu memang ada tema ateisme dalam al-Qur’an
yaitu dahriyyah tapi kecil sekali.
Ateisme itu satu hal yang tidak mungkin. Justru yang ada dan sangat banyak
terjadi pada manusia ialah politeisme. Problema manusia sebetulnya bukan
ateisme yang utama, tetapi politeisme. Oleh karena itu tema-tema al-Qur’an itu
yang dicerminkan dalam perkataan laa
ilaaha ila-Allah, ialah usaha dan ajaran menghancurkan politeisme. Dan
kalau nenghancurkan politeisme kita pergunakan politeisme dalam bahasa
sekarang, akan berbunyi, “bebaskan dirimu dan belenggu-belenggu yang menjerat
dirimu sendiri.” Sebab semua kepercayaan dan sistem kepercayaan itu
membelenggu. Tetapi kalau manusia tidak memiliki kepercayaan sama sekali juga
tidak mungkin. Oleh karena itu harus ada kepercayaan, tetapi kepercayaan itu
harus sedemikian rupa sehingga tidak membelenggu kita, bahkan nenyelamatkan
kita. Itulah kepercayaan kepada Allah, satu-satunya Tuhan, yang Allah ini
adalah the High God, Tuhan Yang Maha
Tinggi. Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu Allah lain dengan Zeus dan Indra yang
merupakan mitologi. Orang Yunani kuno itu dulu percaya pada Zeus. Dan Zeus itu
nama dewa dalam mitotologi mereka. Orang Mesir, Ra, kemudian orang India,
Indra.
Jadi masalahnya begini, manusia ini tidak mungkin
hidup kecuali kalau mempunyai kepercayaan. Akan tetapi kalau terlalu banyak
yang dipercayai, akan menjerat manusia sendiri, dan tidak akan banyak membuat
kemajuan. Sementara itu manusia tidak mungkin hidup tanpa kepercayaan. Oleh
karena itu dari sekian banyak kepercayaan harus disisakan yang paling benar,
yaitu la ilaaha ha-Allah ini. Ini
keterangan yang banyak sekali, akan tetapi saya mau meloncat sedikit kepada
isolasi agama.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
136
|
Agama Islam itu satu rumpun dengan agama Yahudi dan
Kristen yang disebut agama Ibrahim. Nah, kita masih mewarisi ajaran Nabi
Ibrahim, yaitu Inni Wajjahtu wajhia
lillàdzi Fatharassamawati wal ardha,
Hanifam muslima wama ana minal musyrikin. Itu suatu pernyataan
Ibrahim setelah “eksperimennya” dalam mencari Tuhan.
Itu dalam aI-Qur’an yaitu ketika Ibrahim melihat bintang itu hilang, dia
bilang, ah, tidak mungkin Tuhan kok tenggelam, ini bukan Tuhan.. Setelah
melihat bulan, kemudian mendapatkan matahari itu lebih besar. Dia pun bilang
inilah Tuhan. Pokoknya setelah eksperimen melalui bintang, bulan, matahari,
yaitu gejala-gejala aIam. Kalau di sini ada masalah pembebasan, masalah
negatif, masalah karena manusia itu cenderung untuk menjadikan apa saja yang
memenuhi syarat sebagai misteri/sebagai Tuhan; sesuatu yang mengandung misteri,
sesuatu yang mengandung kehebatan sesuatu yang mengandung rasa ingin tahu.
Kalau sebuah gunung yang setiap kali meletus dan membawa bencana tidak bisa
diterangkan oleh orang, maka mereka melihatnya sebagai misteri dan kemudian
menyembahnya. Inilah akar tentang syirik sebetulnya.
Jadi, syirik itu sebetulnya kelanjutan mitologi.
Barangkali kita sudah mempelajari bagaimana lahirnya mitologi. Oleh karena itu,
mitologi secara bahasa lain boleh dikatakan sebagai kecenderungan manusia untuk
menuju sesuatu yang tidak dipahami. Begitulah kira-kira. Pemimpin yang kita
agung-agungkan, akhirnya berkembang menjadi mitologi terhadap pemimpin kita
itu. Nah, kalau kita menganut mitologi, maka suatu mitos itu pasti menjerat
kita. Kalau misalnya, kita memitoskan gunung, maka tertutup kemungkinan bagi
kita mempelajari apa sebetulnya hakikatnya. Gunung itu mengandung sebuah
kekuatan misterius, yang setiap kali meletus akan menghancurkan sekian banyak orang,
sawah ladang dan sebagainya. Oleh karena itu pendekatan kita kepada gunung itu
mengarah kepada pendekatan keagamaan; disembah. Nah, itulah contoh mitologi
yang menyeret kita.
Jadi artinya, suatu mitologi menutup kemungkinan
suatu objek untuk diteliti secara ilmiah. Seorang ahli vulkanologi misalnya,
melihat itu sebagai sesuatu yang biasa, tidak lagi mengandung misteri.
Begitulah kira-kira. Sebab untuk syarat sebagai tuhan haruslah misteri, tidak
bisa dipahami. Jangan lupa bahwa kita masih banyak mewarisi mengapa hari itu
tujuh. Dan Tuhan itu diandaikan bintang-bintang atau benda-benda langit. Jadi
yang paling besar adalah matahari, kemudian yang kedua adalah rembulan,
kemudian bintang seperti mars, venus dan sebagainya. Itu sebabnya kemudian
orang-orang Babilonia menyediakan setiap hari satu tahun. Nah, itu masih bisa
dilihat sampai sekarang. Misalnya namanya dalam bahasa Inggris, seperti Sunday,
itu artinya hari matahari. Waktu itu orang menyembah matahari. Monday artinya
hari rembulan. Kalau dalam bahasa Francis itu lebih kentara lagi: Mardi (hari mars), Mercredi (hari merkurius), Jeuvi
(hari jupiter), Vendredi (hari
venus), Saturday (hari saturnus).
Baru ketika bangsa Semit, bangsa Semit yang sudah
bertauhid yang dimulai oleh Ibrahim mengambil alih, mitos itu dihapus dan
kemudian nama hari yang tujuh diganti dengan angka. Ahad, Senin, Selasa, itu
maksudnya satu, dua, tiga, dst. tapi hari Sabtunya tetap dipertahankan. Jadi
artinya kalau Ibrahim dahulu itu ada pikiran atau usaha begitu, ada pikiran
untuk menyembah bintang, itu sebetulnya karena ia memang orang Babilonia. Tapi
kemudian lihat kesimpulannya, ketika matahari tenggelam, dia bilang “ah masa tuhan
tenggelam “Nah, lalu diapun bilang, “Inni
wajjahtu wajhia lilladzi
fatharassamaawaati wal ard”. Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada
Tuhan
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
137
|
yang menciptakan langit dan bumi ini.
Jadi, “Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan rembulan, tapi bersujudlah
kepada Allah yang menciptakannya.”
Nah, jadi meskipun matahari itu sampai sekarang
belum seluruhnya kita pahami, artinya masih mengandung misteri, ada potensi
untuk paham. Karena itu matahari tidak akan memenuhi syarat sebagai Tuhan,
karena suatu saat akan dipahami manusia. Begitu juga seluruh alam ini. Di
situlah kita bisa melihat mengapa Allah menjanjikan: “Kami akan perlihatkan tanda-tanda-Ku seluruh cakrawala dan dalam diri mereka sendiri, sehingga terlihat bagi mereka
bahwa Allah itu benar”. Artinya,
orang akan haqqul yaqin bahwa Allah itu
benar bila seluruh alam ini sudah dipahami, bisa dipahami, sehingga tidak
tersisa misteri lagi. Dengan perkataan lain bahwa Allah itu Allah, oleh karena
itu yang tidak bisa dipahami manusia. Tuhan itu adalah yang tidak mungkin
dipahami manusia, dan sebetulnya konteks ketuhan menurut Tauhid itu adalah
konteks mengenai misteri, laisa kamislihi
syai’un (tiada sesuatu yang sebanding dengan Dia). Jadi Dia tidak bisa
digambarkan, tidak dapat dipahami.
Sebab Allah itu mutlak. Perkataan memahami Tuhan itu kontradiksi inter-minus. Sebab memahami berarti
mengetahui batas-batasnya. Jadi, kalau memahami Tuhan berarti sudah apriori bahwa Tuhan terbatas,
terjangkau oleh kita.
Oleh karena itu, kalau Allah itu memang mutlak, maka
dia tidak dapat dipahami. Sebetulnya ini kontroversi yang lama di kalangan umat
Islam. Yaitu antara Mu’tazilah dan Asy’ary mengenai isu mengenai apakah manusia
itu bisa melihat Tuhan atau tidak, di surga nanti. Menurut Mu’tazilah tetap
tidak bisa, sedangkan menurut asy’ariyah bisa, meskipun selalu ditutup dengan bila kaifa, tanpa bagaimana. Jadi
sebetulnya antara keduanya tidak ada perbedaan. Kalau tanpa bagaimana berarti
tanpa bisa diketahui sendiri. Mengetahui tanpa bisa diketahui. Mengetahui tanpa
bisa mengetahui bagaimana mengetahui itu. Itu bila kaifa dari sistem Asy’ariyah yang banyak dianut sebagian dari
kita yang berpaham Sunni.
Yang jelas adalah bahwa dalam al-Qur’an, ajaran yang
dominan itu bukan tentang mengetahui Tuhan, tapi mendekatkan. Jadi taqarrub
itu, mendekati Tuhan. Allah asal tujuan dan segala yang ada dalam hidup ini.
Oleh karena itu, perjalanan hidup kita sebetulnya menuju kepada Allah. Maka dan
itu sebutlah di sini dalam bahasa yang sedikit kontemporer : kesadaran
mengorientasikan hidup kepada Allah. Oleh karena itu, seluruh perbuatan kita
haruslah Lillaahi ta‘ala. Jadi justru harus menuju pada Allah Subhanahu
Wata’ala. Dan ini yang kita ungkapkan dengan berbagai ungkapan, termasuk ridha,
ridhallah. Dalam al-Qur’an disebutkan “mencari muka Tuhan”. Jadi kita itu
memang mencari muka, yaitu mencari muka Tuhan, artinya bagaimana melakukan
sesuatu yang berkenan pada Tuhan, mendapatkan ridha-Nya.
Kita menuju kepada Allah, jadi selalu mendekat, taqarrub kepada Allah. Nah, kita
mendekati Tuhan itu adalah dinamis; iman itu dinamis, bisa berkurang dan bisa
bertambah. Artinya dinamis, sebab manusia itu dengan segala keterbatasannya
kemungkinan besar dia membuat kesalahan. Oleh karena itu dia harus mengikuti
garis yang lurus membentang antara dirinyya dan Allah, yaitu Al-shshirot al-mustaqiim. Jalan yang
lurus, lurus itu terhimpit dengan hati nurani kita, dengan fitrah kita. Sudah banyak sekali diterangkan
dalam NDP tentang peranan hati nurani yang kadang-kadang disebut juga dhamier dan sebagainya itu. Dhamier, fitrah atau hati nurani itu
adalah kesadaran yang dalam pada diri kita tentang apa yang baik dan buruk, dan
apa yang benar dan salah. Itu tentu saja tidak bisa dibiarkan sendirian, tapi
harus ditolong oleh suatu ajaran. Di sini kemudian ajaran agama
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
138
|
untuk menguatkan apa yang ada pada hati nurani. Oleh
karena itu menurut Ibnu Taymiyyah agama itu tiada lain adalah fitrah yang
diwahyukan, atau fitrah yang diturunkan. Selain ada fitrah yang diciptakan pada
diri kita, juga ada fitrah yang diwahyukan. Itulah agama. Jadi artinya agama
itu adalah fitrah yang diturunkan dari langit oleh Allah Subhanahu Wataala,
untuk memperkuat fitrah yang ada dalam diri kita sendiri. Mungkin teman-teman
juga pernah mendengar Robinson Cruso.
Robinson Cruso adalah novel yang dikarang Daniel
Deboe, menceritakan tentang seseorang yang terdampar di pulau dan hidup sendiri
dengan segala romantikanya. Itu sebetulnya adalah plagiat dari seorang filsuf
muslim, namanya Ibn Thufayl Yaitu suatu karya yang namanya Al-Hay, Ibnu
Yaqdzan. ” Orang Hidup, Anak kesadarannnya sendiri.”. Ini
sebetulnya sebuah kisah filosofis berdasarkan
konsep tentang fitrah itu. Karena manusia itu—seperti dikatakan oleh hadits “alwaladu yuladu ‘ala al-fitra”‘ dilahirkan dalam keadaan suci. Maka seorang
filsuf Muslim ini membuat hipotesa
kalau seandainya manusia itu hidup dengan konsisten mendengarkan kesadarannya
sendiñ dan bebas dan polusi budaya, polusi kultural (orang ini dikatakan bagai
hidup di sebuah pulau sendirian). Kalau orang ini masih seperti itu, dia akan
menjadi manusia sempurna: insan kamil,
maka sebetulnya novel ini yang berurusan dengan persoalan insan kamil dalam konsep sufi itu. Inilah yang diplagiat oleh
Daniel Deboe dan menjadi Robinson Cruso. Sebetulnya ada urusannya dengan fitrah
ini.
Jadi fitrah itu kemudian diperkuat oleh agama. Nah
agama ini yang kemudian memberi kesadaran tentang bagaimana Allah itu harus
dipersepsi, misalnya dengan ayat-ayat dan Tauhid dan sebagainya itu. Dan
manusia harus berjalan pada jalan ini menuju kepada Allah. Tapi karena Allah
itu mutlak, maka Dia bakalan tidak bisa dicapai. Kita tidak akan bisa mencapai
Tuhan dalam arti menguasai. Sebab itu akan berarti Tuhan itu terbatas. Jadi
kontradiksi lagi dengan pemutlakan Tuhan. ini mempunyai implikasi bahasa
kebenaran yang ada pada benak manusia itu tidak pernah merupakan kebenaran
mutlak, sebab keterbatasan kita. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kebenaran
yang ada dari kita itu lalu kita buang begitu saja, karena relatif. Itu tidak
bisa tidak. Misalnya saja kita dari Jakarta mau ke Bandung. Tentu saja sebagai
analogi, Bandung menjadi tujuan kita. Tapi dari Jakarta tidak bisa begitu saja
kita loncat ke Bandung. kita harus melalui Cibinong, melalui Bogor, melalui
Puncak dan sebagainya. Nah itulah yang kita alami dalam hidup, yaitu Cibinong,
Bogor, Cianjur, sampai Padalarang dan sebagainya. Akan tetapi tidak berarti
karena itu kita tahu Cibinong bukan Bandung maka sudahlah kita tak usah ke
Cibinong karena tujuannya Bandung. Soalnya ialah Bandung tidak bisa dicapai,
kecuali melalui Cibinong. Kebenaran mutlak tidak bisa dicapai kecuali dengan
eksperimen relatif, kecuali dengan mengalami kebenaran-kebenaran relatif. Jadi
kebenaran relatif apa pun yang kita alami, itu harus kita pegang, tetapi karena
pada waktu yang sama kita tahu bahwa ini kebenaran yang relatif, maka kita
harus memegangnya sedemikian rupa sehingga harga tidak mati. karena kita tahu
Cibinong bukan tujuan kita, Cibinong harus kita lewati, tetapi kita harus
segera menuju Bogor, segera menuju ke Puncak, ke Padalarang dan seterusnya.
Nah, oleh karena itu dinamis. Di sini lalu kemudian
bergerak terus menerus. Itulah sebabnya mengapa agama itu, agama Islam
terutama, selalu dilukiskan sebagai jalan. Ini penting sekali. Kita melihat,
agama Islam itu dulu selalu disebut sebagai jalan. Shirat itu artinya jalan. Kalau ada dongeng al-shirot al-mustaqim itu adalah titian rambut dibelah tujuh yang
membentang dintara dunia dan surga
dan di bawahnya api neraka, itu berasal dari Persi, dan agama Zoroaster.
Kemudian tadi syari’ah itu juga jalan. Kemudian ada lagi, maslak itu juga jalan. Jadi agama itu dilukiskan sebagai
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
139
|
jalan oleh karena mendekati Tuhan itu
tidak harus sekali jadi, tetapi harus berproses. Dalam proses inilah pentingnya
ijtihad. Maka dari itu kemudian ijtihad harus terus menerus dilakukan. Karena,
Tuhan tidak pernah bisa untuk dicapai tapi kita harus dituntut untuk
mendekatkan diri pada Tuhan, semakin dekat, maka ada proses dinamis, dan itu
jadi ijtihad.
SebetuInya akar ijtihad itu ialah j, h, dan d. Jadi sama dengan jihad. Satu akar kata dengan jihad. Satu akar
juga dengan juhd, juga dengan
mujahadah, yang semua itu sebetulnya sama dengan jihad. Jadi mengandung makna
bekerja keras, bekerja dengan sungguh-sungguh. Mujahadah. Lalu di sini, “walladziina jaahadu fina lanah diyannahum
subulana “, Barang siapa bersungguh-sungguh berusaha untuk mendekatai
Tuhan, maka akan Tuhan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan. Nah kebetulan ke
Cibubur ini tadi saya melewati Jagorawi sedikit Jagorawi ini jalan ashshirotolmustaqim, tetapi di situ
banyak jalur. Misalnya yang sudah matang dalam Islam, itu ada jalur sufi, jalur
fiqh, dll. Orang yang versi ke-Islamannya itu sufisme apakah anda akan
mengatakan bahwa orang-orang sufi itu sesat? Saya kira kita tidak berhak
mengatakan begitu. Ada yang persepsinya kepada Islam itu hukum.
Jadi, masalah agama adalah masalah hukum. Ada yang
persepsinya teologis, mutakallimun,
ada yang persepsinya masalah filsafat dan banyak sekali jalan-jalannya menuju
Tuhan ini. Juga disebutkan, jalan menuju Tuhan itu subulussalam “berbagai jalan menuju keselamatan”. Mengapa begitu’
.Jadi dengan iman kita mengorientasikan hidup kita kepada Allah Inna lillahi wainna ilaihi rojiun.
Kemudian, berilmu, karena perjalanan menuju Allah
itu meskipun mengikuti al-shirot
al-mustaqim dan berhimpit dengan hati nurani kita, tapi disitu ada masalah
perkembangan. Oleh karena itu harus
berilmu, harus mujahadah. Jihad atau mujahadah di sini ada kaitannya dengan
ilmu pengetahuan. Semua itu tentu saja tidak mempunyai arti apa-apa, sebelum
kita amalkan, kita wujudkan dalam amal perbuatan itu. Maka dari itu ideologi
misalnya, tidak bisa menjadi mutlak. Ideologi itu berkembang, ilmu pengetahuan
pun berkembang, tidak ada yang benar-benar mutlak. Lihat saja itu dulu, pada
zaman sahabat, itu tidak ada sifat dua puluh. Maka sifat dua puluh itu muncul
oleh Asy’ari oleh karena ada persoalan yaitu bagaimana membendung pengaruh dari
hellenisme melalui filsafat Yunani, yang pada waktu itu mulai gejala mengancam
Islam itu sendiri. Maka kemudian dia tampil dengan sifat dua puluh itu.
Saya terangkan begitu,
dengan kata lain kita harus menyejarah, bersatu dengan suatu konsep historis
dan karena itu kita menjadi dinamis, terus berkembang, tidak ada yang harga
mati. Oleh karena itu, orientasi hidup kepada Allah yang dalam bahasa agamanya
beriman kepada Allah itu sering kali dalam al-Qur’an itu dikontraskan dengan
beriman kepada Thaghut. Thaghut itu siapa?
Thaghut itu tiada lain adalah tirani, sikap-sikap
tirani. Tiranisme. Kenapa disebut tirani? Yang disebut tirani adalah sikap
memaksakan suatu kehendak kepada orang lain. Oleh sebab itu, Nabi atau
Rasulullah sendiri sudah diingatkan, kamu jangan jadi tiran. “Innama anta muzakkir, lasta alaihim biimushaitir” Hai Muhammad, kamu itu cuma memperingatkan, tidak untuk
mengancam orang, memaksa orang.
Muhammad itu manusia biasa, maka itu suatu saat juga tergoda untuk memaksakan
pahamnya kepada orang lain. Lalu Allah pun turun dengan Firmannya yang berat
sekali pada surat Yunus ayat 101. “Kalau
seandainya Tuhanmu mau hai Muhammad, menghendaki semua manusia tanpa kecuali akan beriman, apakah kamu akan memaksa setiap
orang supaya menjadi
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
140
|
beriman?” Tidak boleh, sebab walaupun dia rasul Allah, kalau
dia sudah memaksa, dia sudah terjerembab
ke dalam tirani. Thaghut. Tentu saja tirani yang paling berbahaya ialah tirani
politik. Artinya tirani yang asasi betul. Oleh karena itu tokoh simbol dari
pada tiranisme dalam al-Qur’an itu selalu Fir’aun. Agama Islam adalah agama
yang sama sekali tidak membenarkan tirani, oleh karena itu salah satu
konsekuensi berorientasi hidup kepada Allah itu adalah sikap-sikap demokratis,
sikap bermusyawarah dan sebagainya. Jadi, begitu kira-kira cakupan seluruhnya
itu. Titik berat argumen dalam NDP itu sebetulnya demikian. Di dalam NDP kita
tidak berbicara mengenai bagaimana orang sholat, bagaimana orang zakat dan
sebagainya, tetapi kita membatasi pembicaraan kepada hal-hal prinsipil dan strategis,
yaitu nilai-nilai dasar yang akan langsung mempengaruhi cara berpilkir kita,
pandangan hidup kita.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
141
|
I. DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan.
Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya.
Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi
selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus
merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar.
Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan
berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam
kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan
masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang
lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah
satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk
kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur
baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan
itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam
tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat
yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri
terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan
tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia.
Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai
guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi
yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan
peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap
bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan
yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai
dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal
dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat
persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung
gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada
Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan
"Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran.
Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu
segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian
itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam
menetapkan dan memilih nilai-nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang
Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu
disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan.
Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan
berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan
lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia
tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
142
|
sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan
kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan
tata nilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang
lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu"
yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada
manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat
yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak
diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang
memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rasul atau
utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada
seluruh umat manusia. Para rasul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah
semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada
Muhammad SAW. Muhammad adalah Rasul penghabisan, jadi tiada Rasul lagi
sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rasul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan
bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW
terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata
Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari
segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium,
yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu
sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak
mungkin diketahui manusia dengan cara lain (16:89).
Jadi untuk memahami
Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada
Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka
kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus
dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah.
Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih
lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan garis
besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara
lain: surat Al-Ikhlas (112: 1-4) menerangkan secara singkat; katakanlah :
"Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat
menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa”. Selanjutnya
Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil,
Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha
Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya
bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan
yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin (57:3), dan "kemanapun
manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan" (2:115). Dan "Dia itu
bersama kamu kemanapun kamu berada" (57:4). Jadi Tuhan tidak terikat ruang
dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang
penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada,
termasuk tata nilai. Artinya; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada
kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Ia pun sekaligus menuju kepada
kebenaran dan
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22 November
–5 Desember 2016
|
143
|
mengarah kepada "persetujuan"
atau "ridhanya". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang
sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian
yang lain).
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya,
dan mengaturnya dengan pasti (6:73, 25:2). Oleh karena itu alam mempunyai
eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang
tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam
mengandung kebaikan pada dirinya dan teratur secara harmonis (23:14). Nilai
ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya (31:20).
Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum
Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam
sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri (10:101).
Jadi kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan
idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai
eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar
emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau
nirwana (38:27). Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang
mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat
materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif
sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa
alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah
satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang
tertinggi (95:4, 17:70). Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan
"Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi (6:165). Manusia ditumbuhkan dari
bumi dan diserahi untuk memakmurkannya (11:61). Maka urusan di dunia telah
diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas
segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan
peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah,
dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti
(sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai
alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada
sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan
pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri
(33:72). Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan.
Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah
"perubahan dan perkembangan", sebab: segala sesuatu ini adalah
ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada
henti-hentinya (29:20). Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju
kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan
sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu (28:88). Di dalam memenuhi tugas
sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju
kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi
kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu
(17:72). Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional
yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya (17:26).
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang
disemangati oleh iman dan diterangi oleh ilmu (58:11). Bidang iman dan
pencabangannya menjadi wewenang wahyu, sedangkan bidang ilmu
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
144
|
pengetahuan menjadi wewenang manusia
untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu
meliputi tentang alam dan tentang manusia (sejarah).
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai
kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini
sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat
ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud
yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan
Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap
memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan
sendiri. Tuhan Allah Yang Maha Esa (41:37).
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut
"syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya
atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan
peradaban kemanusiaan menuju kebenaran.
Kesudahan sejarah atau kehidupan duniawi ini ialah
"hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak
lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut
juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya
pemilik dan raja (1:4, 22:56, 40:16). Disitu tidak lagi terdapat kehidupan
historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah
pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi
atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah (2:48). Selanjutnya kiamat
merupakan "hari agama", yang maka tidak mungkin kita ketahui selain
daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan
kelanjutannya/kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan
percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya (7:187).
II. PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN
Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah
puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di
bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa
sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan
sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja
yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati
cenderung kepada kebenaran (Hanief) (30:30). "Dlamier" atau hati
nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan
hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa (51:56, 3:156).
Fitrah merupakan bentuk
keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya
dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada
dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal
perbuatanya (19:105, 53:39). Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan
berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit
(61:2-3). Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan
melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan
hati nurani) manusia mengecap
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
145
|
kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan
melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita
kepedihan (16:97, 4:111).
Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani
dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan
dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi
keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang
merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa
perubahan kearah kemajuan-kemajuan, baik yang mengenai alam maupun masyarakat,
yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya (29:6).
Dia diliputi oleh semangat mencari kebaikan,
keindahan dan kebenaran (4:125). Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan
berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup
berperadaban dan berkebudayaan (39:18). Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan
kebijaksanaan (wisdom, hikmah) (2:269). Dia berpengalaman luas, berpikir bebas,
berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun
datangnya (6:125). Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar,
penahan amarah dan pemaaf (3:134). Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia
yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan
selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang
kegiatan mental dan fisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan
kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal
perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan
ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya
sendiri, menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian
dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan
individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai
anggota masyarakat. Hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya
adalah juga sekaligus untuk sesama umat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rohani
dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akhirat.
Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran
niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran (98:5).
Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal
perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran
langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni (2:207, 76:89). Suatu
pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi
kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang
nilainya lebih rendah (pamrih) (2:264). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai
kemanusiaan pelakunya dan memberinya kebahagiaan (35:10). Hal itu akan
menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal
akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci
kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan
keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup
fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancar dari hati nurani yang hanief
atau
suci.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
146
|
III. KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN
UNIVERSAL (TAKDIR)
Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa
kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong
oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih
sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani.
Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari
perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran
terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan
abadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek
pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus
dipikul secara individual, dan komunal sekaligus (8:25). Sedangkan dalam aspek
kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima
akibat baik dan buruk dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di
akherat tidak terdapat pertanggung jawaban bersama, tapi hanya ada pertanggung
jawaban perseorangan yang mutlak (2:48, 31:33). Manusia dilahirkan sebagai
individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi
individu kembali.
Jadi individualitas
adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta
letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu
adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal perbuatannya, maka
kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi
dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun bersifat
sekunder, ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia
sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah
sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan
satu kesatuan.
Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk
pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah
esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja
merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan.
Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap
menguasai alam - hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia
sendiri - yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia.
Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan
universal" atau "kepastian umum" dan “takdir” (57:22).
Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam
kontek hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal
yang tidak tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang
kepada dunia sekitarnya? Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab
penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan
adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum
suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum
atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya
suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang
adanya kemungkinan-kemungkinan kreatif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha
yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
147
|
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu,
juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang
ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang
integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain
kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa
adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka
dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi
dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah
dunia dan nasibnya sendiri (13:11). Jadi sekalipun terdapat keharusan universal
atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan
menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu
kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir
akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu
kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab
segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga
kepada keharusan yang universal itu (57:23).
IV. KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN PERIKEMANUSIAAN
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara
individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab
penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tetapi jelas
pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran.
Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia
sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran.
Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan
apabila demikian maka sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup
yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan
tempat menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu? Ada, sebagaimana
tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan mutlak maka sudah pasti
kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturil, kita sebut
kebenaran mutlak itu "Tuhan", kemudian sesuai dengan uraian Bab I,
Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah (31:30). Karena
kemutlakannya, Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran (3:60). Maka dia adalah
Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakikatnya pikiran
tentang Tuhan YME.
Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang
ber-ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang
dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan YME, yaitu kebenaran mutlak, guna
memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-Nya. Sebagaimana
kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya
tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup
dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung didalamnya guna
mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Dan hanya pekerjaan
"karena Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan (92:19-21).
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
148
|
Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini
percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan
diri kepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut
Islam. Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME (3:19).
Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia
atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia
yang merdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME (33:39).
Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan
kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan
bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid
adalah manusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak
mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya
adalah keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki
seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam
menciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan yang tidak selaras dengan
dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain ialah
pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara
tugas-tugas peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa
manusia adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang menjadi:
manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan.
Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen dan
harmonis pada dirinya sendiri: jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau
kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam
kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata (26:226). Kecintaan kepada Tuhan sebagai
kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam
kehidupn sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa
usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan,
keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harfiah:
pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada
iman (lihat Qur’an: aamanu wa’amilushshaalihaat, tdk kurang dari 50
x pengulangan kombinasi kata). Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan
adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada perikemanusiaan
tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati
(24:39). Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridho
daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu
pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradaban (9:109).
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid,
secara harafiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan.
Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain
kebenaran baik kepada sesama manusia maupun alam. Karena sifatnya yang
meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakan kejahatan terbesar kepada
kemanusiaan (31:13). Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang
karena syirik (6:82). Sebab dalam melakukan kejahatan itu dia menghambakan diri
kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
149
|
tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
kebenaran. Demikian pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas
pekerjaan yang dilakukannya (Hadist, “sesunggunya
sesuatu yang paling aku khawatirkan
menimpa kamu sekalian adalah syirik kecil, yaitu riya - pamrih”.
Riwayat Ahmad, hadist hasan). Dia bekerja bukan
karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan
dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik.
Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia
maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi
setingkat dengan Tuhan (3:64). Demikian pula seseorang yang menghambakan
(sebagaimana dengan tiran atau diktator) adalah musyrik, sebab dia mengangkat
dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan (28:4). Kedua perlakuan itu merupakan
penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang
lain.
Maka sikap
berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu
kepada tempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang
manusia. Tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau
menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan). Maka ketuhanan menimbulkan sikap
yang adil kepada sesama manusia (16:90).
V. INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan
adalah masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak
asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan
itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan
tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin
memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya
dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu.
Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi
diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul
perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya (43:32). Sebenarnya
perbedaan-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri: sebab kenyataan yang
penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural
menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda (5:48).
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan
masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggotanya
saja (92:4). Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam
kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk memilih
dari beberapa kemungkinan dan untuk berpindah dari satu lingkungan ke
lingkungan lainnya (17:84, 39:39). Peningkatan kemanusiaan tidak dapat terjadi
tanpa memberikan kepada setiap orang keleluasaan untuk mengembangkan
kecakapannya melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya
dan bakatnya.
Namun inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia
adalah mahkluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat
baik kepada sesamanya, tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya
pertentangan yang konstan dan keinginan tak terbatas sebagai hawa
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
150
|
nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah
merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti
hawa nafsu (12:53, 30:29).
Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu
juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan
tak terbatas atau hawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak
antara sesama manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan.
Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak
terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang,
kemerdekaan tak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan,
kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan
kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang
kuat atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu
bertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua
nilai yang saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak
bagi orang lain untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan
tingkat yang sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk
masyarakat yang bahagia (5:2).
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang
tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah
bukanlah penyerahan pasif. Tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri.
Tanpa pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik)
bagi satu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia (99:7-8). Manusia
merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup ini
(dalam sejarah) dalam hidup kemudian - sesudah sejarah (9:74, 16:30). Semakin
seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan
kesadaran yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia
mendekati tujuan (29:69).
Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai
dan martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak
saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama
manusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah
keistimewaan dan kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan
dan kehormatan bagi setiap orang (49:13, 49:10).
VI. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Telah kita bicarakan tentang hubungan antara
individu dengan masyarakat dimana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling
bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada
perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan
dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang
bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan
pribadinya.
Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam
itu satu sama lain dalam kekacauan atau anarchi
(92:8-10). Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan meniadakan
kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat (5:8).
Siapakah yang harus menegakkan keadilan, dalam masyarakat? Sudah barang pasti
ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu
kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya
senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
151
|
menganjurkan sesuatu yang bersifat
kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan
kemanusiaan (2:104).
Kualitas terpenting yang harus dipunyainya, ialah
rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada
Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu
adalah pimpinan masyarakat; atau setidak-tidaknya mereka adalah orang-orang
yang seharusnya memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan,
menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya, dan dalam jangka waktu yang
sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai
manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan
pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab
itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan
fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi
manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap
kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil
bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang
diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing
pribadi yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri
(Hadist: “kullukum raain wakullukum mas
uulun ‘an raiyyatih” -Bukhari
& Muslim). Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri.
Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan
musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu (42:28,
42:42). Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada di tangan rakyat, dan
pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas
keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas
(hawa nafsu). Adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial
untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia.
Menegakkan keadilan adalah amanat rakyat kepada pemerintah yang mesti
dilaksanakan (4:58). Ketaatan rakyat kepada pemerintah yang adil merupakan
ketaatan kepada diri sendiri yang wajib dilaksanakan. Didasari oleh sikap hidup
yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan
kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak) dan Rasulnya (pengajar tentang Kebenaran)
(4:59). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada
kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME (5:45).
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan
berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekayaan
diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian
yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal
batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan
tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh
ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan
pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa di
lain pihak (57:20). Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
152
|
timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan
kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya - yaitu bila sudah mencapai
batas maksimal - pertentangan golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi
tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya (17:16).
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekayaan dan
kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun
realitas selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan
fisik maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah
yang tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari
kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan
orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai
yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada di pihak yang benar.
Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang
menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang
terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak
terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam
masyarakat (4:160-161, 26:182-183, 2:279, 28:5).
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah
penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat
memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan,
kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk
memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu
menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha
akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat (2:278-279). Sesudah
syirik, kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan
beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak
mengikuti jalan Tuhan (104:1-3). Maka menegakkan keadilan inilah membimbing
manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap
orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan pertentangan terus
menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia kepada kebenaran
asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi
munkar). Dengan perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau
cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang
tidak bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan)
sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar
diharamkan) (3:110).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada
dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal
ini pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya
dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat
dikatakan hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata
(61:2-3).
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan
sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat
diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja
menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu.
Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya
lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai
kapital tetapi kapital
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
153
|
itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan
telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan,
ketamakan dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja
dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan di muka, tetapi juga
melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai
kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya Tuhan. Sembahyang
merupakan pendidikan yang kontinyu, sebagai bentuk formal peringatan kepada
tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan
membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan
kemungkaran (29:45). Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar
(Hadist: “sembahyang adalah tiang agama.
Barangsiapa mengerjakannya berarti
menegakkan agama. Barangsiapa meninggalkannya berarti merobohkan agama” -Baihaqi). Sembahyang menyelesaikan
masalah-masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang
mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak
(31:30). Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu
tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam
hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan
fundamental terhadap kemanusiaan.
Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat
pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi
dalam batas-batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan
kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan
pribadi (private ownership) atas
harta kekayaan dan adanya perbedaan-perbedaan tak terhindar dari pada
kemampuan-kemampuan pribadi, fisik maupun mental (30:37).
Walaupun demikian usaha-usaha kearah perbaikan dalam
pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat.
Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan
miskin itu. Zakat dipungut dari orang-orang kaya dalam jumlah presentase
tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin (9:60). Zakat dikenakan hanya atas
harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang harta kekayaan
yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat
bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum
penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang
adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara
memperoleh kekayaan secara haram, dimana penindasan atas manusia oleh manusia
dihapuskan (2:188).
Sebagaimana ada
ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan
bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya
jika hanya digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi
batal dan pemerintah berhak mengajukan konfiskasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan
dalam batas-batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak
melebihi rata-rata penggunaan dalam masyarakat (25:67). Penggunaan yang
berlebihan (tabzier atau israf) bertentangan dengan
perikemanusiaan (17:26-27). Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap
pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif (17:16).
Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat (taqti)
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
154
|
merusakkan diri sendiri dalam masyarakat
disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk
manfaat bersama (47:38).
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya
seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan (10:55). Manusia seluruhnya
diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar
dari padanya (7:10).
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya
bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri
harus sejalan dengan yang dikehendaki Tuhan, untuk kepentingan umum (57:7).
Maka kalau terjadi kemiskinan, orang-orang miskin diberi hak atas sebagian
harta orang-orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga
(70:24-25). Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan
keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan
persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi
agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan
kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas
kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus
membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan
yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang
pantas.
VII. KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Dari seluruh uraian yang
telah di kemukakan, dapatlah disimpulkan dengan pasti bahwa inti dari pada
kemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal Saleh (95:6).
Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya
kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadikanya satu-satunya
tujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu
menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang
menyatakan dirinya dalam sikap prikemanusiaan. Sikap prikemanusiaan
menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkan
kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi
bagaimana hal itu harus dilakukan manusia?
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan
ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan umat manusia atau sejarah adalah
gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku
untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu. Demikianlah segala sesuatu
berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak
(Tuhan) (28:88). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan
dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan (6:57).
Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka,
ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari pada gerak maju kedepan
(progresif). Dia adalah dinamis, tidak statis. Dia bukanlah seorang
tradisional, apalagi reaksioner (17:36). Dia menghendaki perubahan terus
menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa mencari
kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan
dirinya dan ditemukan di dalam alam dari sejarah umat manusia.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
155
|
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari
dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun
kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam
perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran
mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika
mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri (41:53).
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal
soleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas
kebenaran-kebenaran, yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa
(35:28). Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak
kemanusiaan yang tertinggi (58:11).
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh
manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan
yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan.
Manusia harus menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada
yang lebih baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin
dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan
menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi umat manusia bagi
kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkan
kemampuan intelektualitas atau rasio (45:13).
Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan
hukum-hukum yang tetap (3:137). Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk
sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan menemui kejayaan jika
setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang
daripadanya dengan menuruti hawa nafsu (91:9-10).
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga
terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah
pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti
masa sekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang (12:111). Menguasai dan
mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya
kearah kemajuan dan kebaikan.
VIII. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari
seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar
sbb:
Hidup yang benar
dimulai dengan percaya atau iman
kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan mendekat serta kecintaan kepada-Nya,
yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah
nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam
bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal
saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai
dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan
perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya.
Iman dan takwa
dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah
atau pengabdian formal kepada Tuhan. Ibadah mendidik individu agar tetap ingat
dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana
dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
156
|
yang menyangkut bentuk dan cara
beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk
mencampurinya. Ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan
kedudukannya di tengah alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia tidak melebihkan
diri sehingga mengarah kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan kemanusiaan
orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi
dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain Dengan ibadah
manusia dididik untuk memilki kemerdekaannya, kemanusiaannya dan dirinya
sendiri, sebab ia telah berbuat ikhlas,
yaitu pemurniaan pengabdian kepada Kebenaran semata.
Kerja
kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag
sungguh-sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara
keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu. Yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang
memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti
usaha-usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat
kepada nilai-nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah
"amar ma'ruf”, disamping usaha
lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai-nilai
kemanusiaan atau nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih
nyata ialah pembelaan kaum lemah,
kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha-usaha kearah
peningkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
Kesadaran dan
rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang
itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong
atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan
kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan
dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh
sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya
barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama
lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh-musuh dari
kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran.
Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain
atau golongan lain.
Kerja
kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen.
Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar.
Oleh sebab itu, manusia harus mengetahui
arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan
perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak
akan mencapai tujuannya, sebaliknya
ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan
mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar
artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap
terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan
berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang
terbaik.
Dengan
demikian, tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu beriman, berilmu
dan beramal.
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22 November
–5 Desember 2016
|
157
|
DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Surat AnNahl (16); 89
Artinya: “…Dan
kami (tuhan) telah turunkan kepada engkau (Muhammad) sebuah kitab (Al-Quran)
sebagai keterangan tentang segala sesuatu serta sebagai petunjuk, rahmat dan
khabar gembira bagi orang-orang muslim.”
Surat Al-Ikhlas (112); 1-4
Artinya:
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan
tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”
Surat
Al-Hadiid (57); 3
Artinya : “Dialah yang
awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang bathin dan dia Maha mengetahui segala
sesuatu.”
Surat
Al-Baqarah (2); 113
……………… …..……..
Artinya : “Maka kemanpun jua kamu berpaling,
disanalah wajah Tuhan”
Surat
Al-Hadiid (57); 4
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
158
|
Artinya : “ Dan ia (Tuhan) itu beserta kamu
dimanapun kamu berada.”
Surat Al-An’am (6); 73
Artinya
: “Dan dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan sebenarnya.”
Surat Al-Furqaan (25); 2
Artinya
:“Dan ia (tuhan) telah menciptakan segala sesuatu kemudian mengatur dengan
peraturan yang pasti.”
Surat
Al-Mu’minun (23); 14
Artinya
: “Maka maha mulialah Tuhan, sebaik-baik pencipta.”
Surat
Luqman (31); 20
Artinya : “Tidaklah
kamu perhatikan bahwa allah menyediakan bagi kamu segalah sesuatu yang ada
dibumi dan dilangit dan segalah sesuatu yang ada dibumi melimpahkan kepada kamu
karunia-Nya baik yang Nampak maupun yang tidak nampak.”
Surat Yunus (10); 101
Artinya : “Katakanlah :
“Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi tidaklah bermanfaat tanda
kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang member peringatan bagi orang-orang
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
159
|
Surat shad (38); 27
Arttinya : “Dan kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. Yang deikian itu adalah anggapan orang-orang kafir. Maka celakalah
orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”.
Surat At-Tiin (95); 4
Artinya :”sesungguhnya kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Surat Al-Isra’(17); 70
Artinya : “Dan
sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami
ciptakan.”
Surat
Al-An’am (6); 165
Artinya : “Dan
dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguaa di bumi dan dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, yntuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya dan sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi maha Penyayang.”
Surat Hud (11); 61
Artinya : “Dia (Tuhan)
menumbuhkan kamu (umat manusia) dari bumi (tanah) dan menyuruh kamu
memakmurkannya.”
Surat
Al-Ahzab (33); 72
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
160
|
Artinya : “Sesungguhnya
kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhinatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh.”
Surat Al-Ankabut (29); 20
Artinya : “Katakanlah :
“Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Surat
Al-Qashash (28); 88
Artinya
: “Segalah sesuatu itu rusak (Berubah) kecuali Diri-Nya (Tuhan).”
Surat
Al-Isra’ (17); 72
Artinya : “Dan
barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia
akan lebih buta (pul) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”
Surat
Al-Isra’ (17); 36
Artinya : “Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggung jawabannya.”
Surat Al-Mujadalah (58); 11
Artinya : “Allah
mengangkat orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang berilmu pengetahuan
bertingkat-tingkat.”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
161
|
Surat Ha Mim As-sajadah (41); 37
Artinya : “Dan di
antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan,
janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah allah yang
menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah.”
Surat Al-Fatihah (1); 4
Artinya : “Yang mengesua di hari pembalasan.”
Surat Al-Hajj (22); 56
Artinya : “Kekuasan di
hari itu ada pada Allah, dia member keputusan di antara mereka. Maka
oaring-orang yang beriman dan beramal saleh adalah di dalam syurga yang penuh
kenikmatan.”
Surat
Al-Mu’kmin (40);16
Artinya : “(yaitu) hari
(ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada satupun dari keadaaan mereka yang
tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman); “Kepunyaan siapakah keraajaan
pada hari ini?” kepunyaan allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”
Surat Al-Baqarah (2); 48
Artinya : “Dan jagalah
dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat
membela orang lain, waktu sediktpun ; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at
dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.”
Surat
Al-A’raaf (7); 187
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
162
|
Artinya :
“Mereka menyakan kepadamu tentang kiamat : “bilakah terjadinya?” Katakanlah:
“sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak
seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu
amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang dilangit dan di bumi. Kiamat itu tidak
akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu
seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah : “Sesungguhnya
pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”.
PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN
Surat Ar-Ruum (30); 30
Artinya : “Maka
hadapkanlah wajahmu lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Surat
Adz-Dzariayah (51); 56
Artinya : “Dan aku tidak
menciptakan juin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Surat
Al-Imran (3); 156
Artinya : “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik)
itu, yang mengatakan kepada saudara-saudar mereka apabila mereka mengadakan
perjalanan di muka bumi atau mereka berperang; “kalau mereka tetap
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
163
|
bersama-saama kita tentulah mereka tidak mati dan
tidak dibunuh.” Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikia itu,
Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah
menghidupkan dan mematikan dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.”
Surat At-Taubah (9); 105
Artinya : “Dan
katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmi
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.”
Surat An-Najm (53); 39
Artinya : “Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”
Surat
Ash-Shaf (61); 2-3
Artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.”
Surat
An-Nahl (16); 97
Artinya :
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka dapatkan.”
Surat
An-Nisa’(4); 111
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
164
|
Artinya : “barang siapa
yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakan untuk (kemudharatan)
dirinya sendiri, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
Surat Al-Ankabut (29); 6
Artinya : “Dan
barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya
sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kaya (tidak memerlukan sesuati)
dari semesta alam.”
Surat An-Nisa’ (4); 125
Artinya : “Dan siapakah
yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada
Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang
lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”
Surat
Az-Zumur (39); 18
Artinya : “yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan merekaitulah
orang-orang yang mempunyai akal.”
Surat
Al-Baqarah (2); 269
Artinya : “Allah
menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan barang siapa yang dianugrahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
Surat
Al-An’am (6); 125
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
165
|
Artinya :
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam, dan barang siapa
yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak
lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit, begitulah Allah menimpakan
siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Surat Al-Imran (3); 134
Artinya :
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Surat Al-Bayyinah (98); 5
Artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
Surat
Al-Baqarah (2); 207
Artinya : “Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan
allah maha penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”
Surat
Al-Insan (76); 8-9
Artinya : “Dan mereka
memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang
yang ditawan. Sesungguhnya kami member makanan kepadmu hanyalah untuk
menharapkan keridhaan Allah, maka tidak menghendaki balasan dari kamu tidaak
pula (ucapan) terima kasih.”
Surat
Fathir (35); 10
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
166
|
Artinya :
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemulian itu
semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikan-Nya dan orang-orang yang menrencanakan kejahatan bagi mereka azab yang
keras dan rencana jahat mereka akan hancur.”
Surat Al-Baqarah (2); 264
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang
yang kafir.”
KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN
KEHARUSAN UNIVERSAL (TAQDIR)
Surat
Al-Anfal (8); 25
Artinya : “Berhati-hatilah
kamu sekalian terhadap malapetaka yang benar-benar tidak hanya menimpa
orang-orang jahat diantara kamu.”
Surat
Al-Baqarah (2); 48
Artinya : “Dan jagalah
dirimu dai (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela
orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan
tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong”
.
Surat Luqman (31); 33
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
167
|
Artinya : “Hai
manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari
itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat
(pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar.
Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu. Dan janganlah
(pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.”
Surat Al-Hadiid (57); 22
Artinya : “Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diriimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagii Allah.”
Surat
Ar-Raad (13); 11
Artinya : “Bagi
manusia ada malaikat-malaikat tang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.”
Surat Al-Hadiid (57); 23
Artinya : “(Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apad yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
168
|
IV. KETUHANAN DAN KEMANUASIAAN
Surat Luqman (31); 30
Artinya : “Demikianlah,
karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang haq dan sesungguhnya apa saja yang
mereka seru selain dai Allah itulah uang bathil dan sesungguhnya Allah dialah
yang maha tinggi lagi maha besar.”
Surat Al-Imran (3); 60
Artinya: “(Apa yang
telah kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karenaa
itu janganah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.”
Surat
Al-Lail (92); 19-21
Artinya :
“Padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan
Tuhannya yang maha tinggi dan kelak dia benar-benar mendapatkan kepuasan.”
Surat
Al-Imran (3); 19
Artinya :
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada
berselisih oaring-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.”
Surat Al-Ahzab (33); 39
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
169
|
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut
kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada
Allah dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.”
Surat Asy-syu’ara (26); 226
Artinya : “Dan bahwasanya
mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?”
Surat An-Nuur (24); 39
Artinya : “Dan
orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang
datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya
air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun dan didapatinya (ketetapan) Allah
disinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan
Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”
Surat
At-Taubah (9); 109
Artinya : “Maka
apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah
dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya di
tepi jurang yang runtuh, lalu bangunnya itu jatuh bersama-saamaa dengan dia ke
dalam neraka jahanam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang
yang zalim.”
Surat
Luqman (31); 13
Artinya : “Dan
(ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia member pelajaran
kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Surat
Al-An’am (6); 82
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
170
|
Artinya : “Orang-orang
yang beriman dan tidak mencapuradukan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
Surat Al-Imran (3); 64
Artinya : “katakanlah :
“Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. Jika
mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “saksikanlah, bahwa kami adalah
orang0orang yang berserah diri (kepada Allah).”
Surat
Al-Qashash (28); 4
Artinya :
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenag-wenang di muka bumi dan menjadikan
penduduknya berpecah belah, denagn menindas segolongan dari mereka, menyembelih
anak laki-lak mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.
Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Surat
An-Nahl (16); 90
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member
kepada kaumkerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”
INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
171
|
Artinya :
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehiduoan dunia, dan kami telah meningggalkan
sebahagian mereka atas sebagaian yang lain beberapa drajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari
apa yang mereka kumulkan”
Surat Al-Maidah (5); 48
Artinya : “Dan
kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninngalkan kebenaran yang telah datang kepadamu untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki,
niscaya kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
Surat
Al-Lail (92); 4
Artinya : “sesungguhnya usaha kamu memang
berbeda-beda.”
Surat Al-Isra’ (17); 84
Artinya
: “Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya mesing-masing”. Maka
Tuhanmu
lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
172
|
Artinya : “Katakanlah :
“Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula). Maka kelak kamu akan mengetahui.”
Surat Yusuf (12); 53
Artinya : “Dan
aku tidaak membebaskan diriku (dari kesalahn), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmaat oleh
Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
penyayang.”
Surat
Ar-Ruum (30); 29
Artinya : “Tetapi
orang-orang yang zalim mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka
siapakah yang akan menunjuki orang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi
mereka seorang penolongpun.”
Surat
Al-Maidah (5); 2
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggaar syi’ar-syi’ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia
dan keridhaan bamaka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari massjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran, dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
173
|
Surat Al-Zalzalah (99); 7-8
Artinya :
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscayaa dia akan
melihat (balasn)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya dia aakan melihat (balasan)nya pula.”
Surat At-Taubah (9); 74
Artinya :
“Mereka (oaring-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka
tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah
mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islamdan
mengingini apa ynag mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela
(Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan
karunia-Nya kepada mereka. Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan
mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka
sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka
bumi”
Surat
Asy-Syu’ara (26); 69
Artinya
: “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim”
Surat Al-Hujurat (49); 13
Artinya : “Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling muliaa diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi maha mengenal”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
174
|
Artinya :
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap allah, supaya
kamu mendpat rahmat.
VI. KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Surat Al-Lail (92); 8-10
Artinya : “Dan
adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan
pahala terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”
Surat
Al-Maidah (5); 8
Artinya : “Hai
oaring-orang yang beriman hendaklah kamu jadi oaring-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah menjadi saksi dengan adil dan janganlah
sekali-kali kebenciamnu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa dan
bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”
Surat
Al-Imran (2); 104
Artinya : “Dan
janganlah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah
orang-orang yang berutung”
Hadist
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
175
|
Artinya :
“Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu akan dimintai
pertanggungjawaban” (H. Bukori Muslim)
Surat Asy-Syura (42); 38
Artinya : “Sesungguhnya
dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas
di muka bumi tanpa hak, mereka itu mandapat azab yang pedih”
Surat An-Nisa’ (4); 58
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah member pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha
melihat”
Surat
Al-Maidah (5); 45
Artinya : “Dan
kami telah tetapkan mereka di dalamnay (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas)
dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga,
gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisahnya. Barangsiapa yang
melepasakan (hak kisas)nya maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya, barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
Surat Al-Hadid (57); 20
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
176
|
Artinya :
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan
suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang yang
tanam-tanamnya mengagumkan para petani; kemudian menjadi hancur dan diakhirat
(nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya dan
kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Surat Al-Isra’ (17);16
Artinya : “Dan
jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalm negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.”
Surat
An-Nisa’ (4); 160-161
Artinya : “Maka
disebabkan kezaliman orang-orang yahudi kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karenaa mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan
riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dank arena mereka
meakan harta benda orang dengan jalan yang bathil. Kamitelah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
Surat
Asy-Syu’ara (26); 182-183
Artinya : “dan
timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia
pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
177
|
Surat Al-Baqarah (2); 279
Artinya : “Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu, dan jika kamu
berbuat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu;kamu tidak
menaganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Surat Al-Qashash (28); 5
Artinya : “Dan
kami hendak member karunia kepadaorang0orang yang tertindas di bumi (mesir) itu
dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang
mewarisi (bumi).”
Surat
Al-Baqarah (2); 278-279
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka juka kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba). Maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya
akan memerangimu dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”
Surat
Al-Humazah (104); 1-3
Artinya
: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta
dan
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
178
|
Surat Al-Imran (3); 110
Artinya : “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahpirkan untuk manusia menyeruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka diantara mereka ada yang
beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Surat
Ash-Shaf (61); 2-3
Artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan”
Surat
Al-Ankabut (29); 45
Artinya : “Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguuhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”
Hadist:
Artinya : “Shalat adalah
tiang agama, barangsiapa yang mengerjakannya maka dia menegakkan agama dan
barang siapa yang meninggalkannya berarti dia merobohkan agama”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
179
|
Artinya : “Demikianlah,
karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang haq dan sesungguhnya apa saja yang
mereka seru selain dari Allah itulah yang bathil; dan sesungguhnya Allah dialah
yang maha tinggi lagi maha besar.”
Surat Ar-Ruum (30); 37
Artinya : “dan
apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezki
bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan dia (pula) yang menyempitkan (rezki itu).
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah)
bagi kaum yang beriman”
Surat
At-Taubah (9); 60
Artinya :
“sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdakakan) budak, orang-orang yang berhutang
untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha
bijaksana”
Surat Al-Baqarah (2); 188
Artinya : “Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari pada harta orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
180
|
Surat Al-Furqan (25); 67
Artinya : “dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian”
Surat Al-Isra’ (17);16
Artinya : “Dan
jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah dinegeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.”
Surat
Muhammad (47); 38
Artinya :
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada
jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir
sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang
maha kaya sedaangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan
jika kamu berpaling niscaya dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain;
dan mereka tidak akan seperti kamu ini”
Surat
Yunus (10); 55
Artinya : “Ingatlah,
sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada dilangit dan di bumi. Ingatlah,
sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui(nya)”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
181
|
Artinya : “Sesungguhnya
kami telah menempatkan kamu sekalian dimuka bumi dan kami adakan bagimu di muka
bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”
Surat Al-Hadiid (57); 7
Artinya : “Berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-Nya daan nafkahkanlah sebagian dari kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantar kamu dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar”
Surat
An-Nuur (24); 33
Artinya : “Dan
orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya dan budak-budak yang kamu
miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada
mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu, dan janganlah
kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri
mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan
barangsiapa yang memaksa mereka. Maka sesungguhnya Allah adalah maha pengampun
lagi maha penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu”
Surat
Al-Ma’aarij (70); 24-25
Artinya : “dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
182
|
VII. KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Surat At-Tiin (95); 6
Artinya : “Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”
Surat Al-Qashash (28); 88
Artinya
: “Janganlah kamu sembah disamping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain.
Tidak ada tuhan (yang berhak disenbah)
melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah
segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”
Surat
Al-An’am (6); 57
Artinya :
“katakanlah: “Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al-Quran) dari
Tuhanku, sedang kamu mendustakannya, tidak ada padaku apa (azab) yang kamu
minta supaya disegarakan kedatangannya, menetapkan hukum itu hanyalah hak
Allah, dia menerangkan yang sebenarnya dan dia pemberi keputusan yang paling
baik”
Surat Al-Isra’ (17); 36
Artinya : “Dan
janganlah kamu mengikuti apa tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggung jawabannya”
Surat
Ha Mim As-sajadah (41); 53
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
183
|
Artinya : “Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al
Quran itu adalah benar. Tidaklah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu?”
Surat Fathir (35); 28
Artinya : “Dan
demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah maha perkasaa lagi maha pengampun”
Surat
Al-Imran (3); 18
Artinya : “Allah
menyatkan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan akan demikian itu)”
Surat
Al-Mujadalah (58); 11
Artinya : “Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu : “Berlapang-lapanglah
dalam majelis”. Maka lapangkanlah niscaya Allah akan member kelapangan untukmu
Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, Pekanbaru, 22
November –5 Desember 2016
|
184
|
dan apabila dikatakan : “Berdirilah
kamu”. Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggalkan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
dan Allah maha mengetahui apa kamu kerjakan”
Surat Al-Jatsiyah (45); 13
Artinya : “Dan
dia telah menundukan untukmu apa yang dilangit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”
Surat Al-Imran (3); 137
Artinya :
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul).”
Surat
Asy-Syams (91); 9-10
Artinya : “Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang
yang mengotorinya.”
Surat
Yusuf (12); 111
Artinya :
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat bagi orang-orang yang
mepunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar